Warung penyetan Mas Kobis adalah warung ayam geprek di Yogyakarta yang menawarkan rasa pedas sebagai ciri uniknya. Sepintas tempatnya serupa dengan warung tenda tepi jalan. Tetapi tidak boleh disepelekan karena Warung Penyetan Sambal Bawang Mas Kobis tidak pernah sepi pengunjung.
Berbicara mengenai kulineran urban ala-ala Jogja, tentu saja tidak pleno jika tidak menyebutkan warung makan penyetan Mas Kobis. Warung simpel berupa bangunan terbuka ini sediakan beragam menu geprekan dan penyetan yang selalu ramai menjadi tujuan perut-perut keroncongan. Dimulai dari mahasiswa sampai beberapa karyawan, dan mereka yang berumur muda sampai tua.
Penyetan Mas Kobis Jogja, Ayam Penyet Sambal Level Dewa
Sesuai namanya, selainnya penyetan dan menu keprek yang sering menjadi unggulan, tempat ini sediakan menu kubis goreng sebagai lahapan tambahan yang tidak kalah menjadi legenda. Tetapi siapakah yang sangka sich jika rupanya lokasi yang selalu ramai didatangi oleh beragam kelompok dari pagi sampai malam ini dahulu awalannya berdiri sebagai warung makan rames, dan ada bukti-bukti yang lain.
Bukan sekedar dikeprek, di sini Anda dapat melahap lauk penyetan yang digilas bersama sambal dan cabe yang Anda pesan. Tingkat kepedasan dapat diminta sesenang hati, dimulai dari tingkat ‘cupu’ sampai tingkat dewa.
Pantas dicatat, warung makan Mas Kobis bukan warung yang barusan berdiri lalu tiba-tiba menjadi salah satunya tempat makan pujaan untuk beberapa masyarakat Jogja. Prosesnya panjang, cuy. Tempat ini bahkan juga telah ada semenjak saat sebelum jaman reformasi lo, kita baca yok bagaimana perjalanan mereka!
Baca Juga : 6 Warung Ayam Geprek Paling Enak di Jogja
Nama Mas Kobis sendiri rupanya didapat dari nama panggilan pemiliknya
Bukanlah hal yang aneh jika orang Jawa selalu mempunyai nama panggilan yang diberi oleh rekan-rekan dekatnya. Begitupun bernama Mas Kobis, walau saya tidak berpeluang langsung untuk berjumpa sama orang yang sering diundang “Sang Bos” oleh beberapa pegawainya ini, pada akhirnya saya ketahui jika nama itu didapat dari beberapa orang disekelilingnya. Panggilan itu menempel karena dia kerap beli kobis dengan jumlah yang banyak untuk dipasarkan sebagai lahapan di warung makannya
Teritori Demangan yang sekarang ini sebagai restoran PKL Mrican ialah titik awalnya perjuangan Mas Kobis di tahun 90an kemarin. Awalnya dia jualan nasi rames. Sampai pada akhirnya mereka memilih untuk beralih ke sekitar universitas UNY, persisnya ada di salah satunya pos ronda sisi timur Fakultas Tehnik UNY.
Baca Juga : Resep Ayam Geprek Kekinian Ala Geprek Bensu, Yuk Bikin Sendiri!
Pada tahun akhir 2015, mereka pada akhirnya berpindah kembali ke samping utara pos ronda itu sesudah direlokasi oleh faksi universitas UNY karena berkaitan ketentuan baru jika dilarang jualan di area universitas. Warung simpel yang ada di segi timur Fakultas Tehnik UNY berikut yang pada akhirnya jadi pusat dari lebih 40 cabang di Sleman.
Menu penyetan dan keprekan bukan ide awalnya Mas Kobis, tetapi karena keinginan beberapa konsumen
“Dahulunya ya memang tidak pernah pikirkan untuk buat menu tempe geprek lah, ayam keprek lah atau apa saja itu seperti saat ini. Tetapi karena justru konsumen setia mintanya ini-ini terus, dan kebenaran yang laris sekali memang menu yang saat ini menjadi yang dipertahanin ya ini”
Baca Juga : Ayam Geprek Bu Made, Ayam Geprek Kuah Tongseng Asli Jogjakarta
Awalnya saya berpikiran jika warung makan yang menjadi satu diantara tempat makan pujaan beberapa mahasiswa Jogja ini semenjak awalnya memang mempunyai menu unggulan penyetan dan keprekan. Tetapi rupanya sangkaan saya salah, sesudah mengobrol dengan salah satunya pegawai setianya, menu geprek dan keprek ini lahir dan bertahan oleh sebab keinginan konsumen setianya sendiri.
Apa kamu ketahui jika kubis goreng ialah menu tambahan yang dipasarkan terpisah dengan makanan intinya?
Selainnya hargannya yang murah dan pas untuk kantong mahasiswa sekali, ayam keprek dan kubis goreng ialah sepasang menu unggulan pada tempat ini. Tetapi satu perihal yang ternyata nyaris tidak dikenali oleh beberapa konsumen setia baru Mas Kobis, rupanya menu kubis goreng ini sebagai menu terpisah dari makanan yang lain. Saya sendiri juga sempat berpikiran jika menu apa saja yang dibeli ke warung ini secara automatis akan mendapatkan kubis goreng sebagai tambahannya.
Baca Juga : Ayam Geprek Bu Rum, Warung Ayam Geprek Pertama Di Jogja!
Apa saja, harga untuk semua variasi makanan yang ada dapat disebut pas untuk sahabat misqueen dengan standard UMK Jogja seperti saya. Untuk menu tambahan seperti kubis, tempe, tahu, dan terong umumnya terpasang harga sekitaran 2 ribu sampai 5 ribu rupiah. Sedang untuk menu khusus seperti nasi dengan telur atau ayam, satu jatahnya sekitaran 12 ribu sampai 15 ribu rupiah.
Pertanyaan saya mengenai tumbuh suburnya Mas Kobis di beberapa tempat di Kabupaten Sleman ini pada akhirnya terjawab dengan komplet. Mas Kobis sebagai pemilik khusus dari usaha ini rupanya mengaplikasikan mekanisme franchise tetapi hanya terbatas untuk keluarga besarnya saja. Dan seseorang bagian keluarga besarnya dapat mempunyai lebih dari dua cabang kios.
Jaringan lokasinya masih ada dalam kabupaten Sleman. Walau demikian, mereka pintar pilih lokasi yang betul-betul vital untuk membangun kios. Faktanya, rerata mereka dapat mendapatkan omzet 3-5 juta sehari-harinya.
Dibalik kontroversi impak kubis goreng untuk kesehatan, mereka masih tetap memerhatikan kebersihan dan kelaikan pada sesuatu yang dipasarkan ke customer
Baca Juga : Resep Ayam Kentucky Rumahan Yang Praktis dan Ekonomis
“Apa yang kita jual ke customer jika konsep kita ya harus dapat kita makan juga. Yakali kita jual makanan ke beberapa orang tetapi kita sendiri tidak mau makan, kan tidak fair itu namanya”
Walau kubis goreng untuk beberapa orang sebagai olahan makanan yang kurang sehat karena memiliki kandungan banyak gas dan minyak, tetapi faksi warung makan Mas Kobis tidak lupa untuk memerhatikan kebersihan. Terutama bagi masalah minyak, mereka selekasnya menukar sama yang baru bila minyak yang dipakai sudah berbeda berwarna.
Dan, untuk saya individu, kubis goreng sebaiknya menjadi satu diantara makanan ciri khas Jogja sesudah Gudeg, minta tidak boleh didebatkan