Seorang warga di Shanghai, China, membeberkan cerita soal kesulitan para warga hidup di tengah penguncian (lockdown) akibat Covid-19 merajalela.
Salah satu yang penderitaan yang dialami adalah harga-harga kebutuhan pokok makin melambung tinggi sehingga sulit terbeli.
Pemerintah China tengah menerapkan lockdown untuk menangkal penyebaran virus corona. Negara itu bahkan mencatat rekor kenaikan kasus harian sekitar 25 ribu.
“Saya hanya mencoba memasok persediaan. Saya tak yakin berapa lama ini [lockdown]akan melangsung,” kata salah satu warga bernama Ma, dikutip dari AFP.
Selain itu, Frank Tsai, yang menjalani lockdown di apartemennya di Puxi, harus menyetok makanan untuk empat hari sesuai imbauan pihak berwenang.
Namun, Tsai bersaksi porsi makanannya semakin sedikit selama tujuh hari kemudian.
“Saya memikirkan pasokan makanan saya lebih dari yang pernah saya lakukan sebelumnya,” kata Tsai.
Selain itu, beberapa warga melakukan barter demi mendapatkan makanan.
Seorang warga juga mengungkapkan ketidaksukaannya atas karantina di Shanghai.
“Ini tidak beralasan dan tidak berkelanjutan,” kata Leona Cheng, seorang mahasiswa di Shanghai.
“Terlalu banyak orang yang terinfeksi dan angka infeksi terlalu cepat,” lanjutnya.
Mengutip Our World in Data, China mencatat penambahan kasus Covid-19 harian sebanyak 26.517 kasus per Senin (11/4). Angka ini melonjak drastis dibandingkan bulan lalu, di mana kenaikan kasus Covid-19 mencapai 1.225 kasus.
Covid china menggila, AS Perintahkan Staf Konsulat tinggalkan Shanghai
Kasus positif bertambah 1.455, Pasien Meninggal 43
Nakes di china pukul Anjing sampai Mati karena Pemilik Positif Covid
Amerika Serikat memerintahkan staf non-esensial di kantor konsulatnya untuk segera meninggalkan Shanghai usai lonjakan Covid-19 di kota itu memicu penerapan aturan ekstrem pemerintah China.
Juru bicara Kedutaan Besar AS untuk China mengonfirmasi bahwa Kementerian Luar Negeri mengeluarkan perintah itu pada awal pekan ini.
“[Kemlu AS] memerintahkan mereka pergi karena lonjakan Covid-19 belakangan ini,” ujar jubir itu pada Selasa, seperti dilansir AFP.
Sebelum perintah ini dirilis, AS memang sudah sempat mengumumkan bahwa mereka mengizinkan staf non-darurat yang ingin meninggalkan kantor konsulat.